Agustus 15, 2009

Kalau lapar tidak bisa berjuang





Salah seorang sensei pernah menasehati, ‘Saat sedang bulan suci Ramadhan, belajar sebaiknya sesudah buka puasa’. (sebenernya lebih tepat di sebut perintah sih.. ketimbang anjuran, soalx beliau bilangx ‘tabeta atode benkyou shinasai!’) hehe...

Lalu sensei menjelaskan bahwa kegiatan otak membutuhkan banyak energi. Dalam badan manusia, otak itu organ yang membutuhkan paling banyak glukosa dan oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat badan, tapi darah yang mengalir dalam otak adalah 20% dari semua darah dalam tubuh. Kalau lapar, otak tidak bisa berjalan lancar dan efisien. Tidak bisa berkonsentrasi untuk belajar.

Kata sensei, Ada satu peribahasa Jepang yang dikenal oleh siapapun asalkan orang Jepang (wiii~ padahal sih saya juga tau lho Sensei, coz pernah baca di buku =P) yaitu, "Hara ga hette wa ikusa wa dekinu" yang artinya "Kalau lapar tidak bisa berjuang". Maksudnya, untuk suatu kegiatan kita harus melakukan persiapan lengkap dan melakukannya dengan kondisi sempurna. Peribahasa ini dasar etos kerja Jepang, (katanya~) kalau anak SD masuk sekolah tanpa makan sarapan, dia pasti dimarahi oleh gurunya. "Kenapa kamu tidak sarapan? Kalau tidak makan, kamu tidak bisa konsentrasi buat belajar. Kamu harus sarapan!" Terus kalau seorang karyawan masuk kantor tanpa sarapan, dia pasti dinilai rendah olah atasannya. Dianggap tidak bisa mengawasi kesehatan diri sendiri. chotto kibishii ne~ (sadis juga)

Orang Jepang diajarkan sejak kecil harus makan supaya bisa bekerja secara optimal. Tentu saja karena saking sibuknya banyak juga yang tidak punya cukup waktu untuk sarapan. Bagi mereka, ada banyak makanan ringan yang bergizi lengkap, atau minuman berenergi juga banyak sekali.

Cerita sensei lagi nih.. Katanya para pegawai kantor single di Jepang yang tidak punya waktu buat nyiapin sarapan sendiri, bela-belain beli ramen d warung2 sekitar eki(stasiun kereta api) dan makannya pun (subhanallah sekali pemirsa,,) ga pake dikunyah, alias langsung ditelan! (takut telat kali yee...) hehe, lagi pula yang beli emang ngantri, ga sedikit orang yang makan ramennya sambil berdiri. Begitu selesai, bayar, langsung ngacir.. yang penting judulnya udah sarapan, biar ga dimarahin bos di kantor. ^.^ Oia, walau pun judulnya ‘sarapannya Cuma mie ramen’ tapi porsi ramen di Jepang emang porsi jumbo, yang cukup ngenyangin buat 3-4 jam. Jadi kalo masuk kantor rata2 jam 8, bisa tahan sampe jam makan siang tuh. Sugoi..

Kembali ke topik, menurut pendapat saya (kata sensei) setiap orang harus bekerja maksimal dan dengan kondisi prima. Saya tidak mau naik pesawat yang pilotnya mengantuk, tidak mau dioperasi oleh dokter yang lapar, (ya iyalah sensei.. siapa juga yang mau?) Kalau mengantuk sebaiknya tidur cukup, kalau lapar makan yang cukup, setelah itu bekerja dengan segala tenaga.

Trus saya tanya sensei (dengan sedikit malu2 anak kucing...) “Sensei, saya pernah baca, ada kotowaza(pribahasa) jepang ‘Asalkan ada semangat, walaupun lapar bisa berjuang’ sore wa mou kawarimashita ka? Lalu dijawab oleh Sensei, oo.. itu dulu, saat Perang Dunia II tentara Jepang menekankan kepentingan semangat secara ruarrrr biasa(hehe.. lebay) "Asalkan ada semangat, walaupun lapar bisa berjuang!". Tapi Kekalahan Perang Dunia II sudah membuktikan ketidak benaran peribahasa itu. Padahal sebelumnya tentara Jepang makan cukup sesuai dengan peribahasa "Kalau lapar tidak bisa berjuang". Segimanapun semangatnya, kalau lapar tentara Jepang tidak bisa mengalahkan Amerika.

Dari pelajaran pahit itu, orang Jepang lalu lebih mementingkan efisiensi dan menghindari usaha yang keras namun sia-sia pada akhirnya.