Maret 27, 2009

Urashimataro



Dahulu kala, ada seorang laki-laki bernama Urashimataro. Suatu hari, ketika melintasi sebuah pantai, banyak anak berkumpul sedang mempermainkan sesuatu. Setelah dilihat lebih jelas, ternyata mereka sedang menangkap seekor kura-kura, lalu kura-kura tersebut dijungkir balikkan, dipukul-pukul, terlihat seperti sedang dianiaya. Urashimataro berkata pada anak-anak itu, “Perbuatan seperti itu tidak baik intuk dilakukan.” lalu anak-anak itu menjawab, “Apakah keberatan? Ini kan binatang tangkapan kami.” sambil tidak mengindahkan perkataan Urashimataro. “Kalau begitu, kura-kura itu jual saja pada Paman.” kata Urashimataro. Akhirnya ia membeli kura-kura tersebut. Sambil mengelus punggung si kura-kura, Urashima berkata, “Jangan sampai tertangkap untuk kedua kalinya ya!” lalu melepaskannya ke laut.
Kemudian, dua-tiga hari setelah kejadian tersebut, ketika Urashima sedang naik perahu, ia merasa ada sesuatu memanggil-manggil dirinya, “Urashima! Urashima!” Dia pikir siapakah yang memanggil-manggil namanya? Ketika ia menengok kebelakang, tiba-tiba terlihat seekor kura-kura yang besar sedang berenang ke arah perahu sambil mengangguk-anggukan kepala. “Terima kasih untuk waktu itu, aku adalah kura-kura yang kamu tolong tempo hari. Hari ini, sebagai ucapan terima kasih, aku ingin mengajakmu ke istana bawah laut. Mari, silahkan naik ke punggungku.” Kura-kura itu berkata sambil merendahkan punggungnya.
Perlahan-lahan kura-kura tersebut masuk ke dalam laut, berapa lama kemudian terlihat gerbang megah berwarna merah, kuning, hijau. Si kura-kura memberi tahu, “Wahai Urashima, itu adalah gerbang istana bawah laut.” Tak berapa lama kemudian mereka sampai di depan pintu istana. Ikan kakap merah, ikan hirame, dan lainnya menjemput mereka di depan pintu istana. Mengantar mereka melewati pintu istana yang sangat megah.
Di dalam istana dihiasi dengan mutiara-mutiara dan kerang-kerang yang sangat indah, cantik dan menyilaukan mata orang yang melihatnya. Dari arah dalam istana keluar seorang puteri cantik pemilik istana dasar laut, Puteri tersebut berkata,”Terima kasih untuk waktu itu karena kamu sudah mau menolong kura-kura. Silahkan menikmati hiburan dan segala mancam permainan yang ada disini.” Kemudian ia menjamu Urashima dengan bermacam-macam hidangan yang enak-enak. Ikan kakap merah, ikan hirame, gurita, dan lainnya menarikan tarian yang lucu dan menarik. Urashima sangat menikmati semua hidangan dan hiburan yang diberikan, sehingga ia lupa pulang ke rumahnya. Hari berganti hari ia hidup gembira dan penuh kesenangan. Tetapi suatu hari ia teringat pada Ayah dan Ibunya, dan ia menjadi ingin sekali pulang ke rumah. Ia menghadap pada sang Putri dan berkata, “Terima kasih untuk selama ini, karena sudah sangat lama, saya mohon diri untuk pulang.” Putri berusaha untuk menahan Urashimataro, tetapi Urashimataro tidak mau mendengar apa pun bujukan sang Putri. Akhirnya Putri berkata, “Baiklah kalau begitu, ini aku berikan sebuah kotak untukmu. Tetapi, apapun yang terjadi, tutup kotak ini jangan sampai engkau buka.” Sebuah kotak indah telah berpindah tangan.
Sambil memeluk kotak, Urashimataro naik ke punggung kura-kura, dan keluar dari permukaan laut menuju daratan. Setelah sampai di pantai dan pulang ke desanya, Urashima sangat terkejut, penduduk desa telah berubah, tempat tinggalnya pun sudah tidak ada lagi, Ayah dan Ibunya ternyata telah meninggal dunia, tidak ada seorang pun yang ia kenal di desa itu. Dia bertanya-tanya, mengapa hal ini bisa terjadi? Sambil memeluk kotak, Urashima melamun dan berjalan kesana kemari tak tentu arah.
Pada saat seperti itu, jika kotak dibuka, kira-kira apa yang mungkin akan terjadi? Urashimataro lupa apa yang telah dipesankan oleh sang Putri, ia membuka tutup kotak tersebut. Tiba-tiba dari dalam kotak keluar asap putih, membumbung tinggi dan semakin tinggi ke atas. $etelah itu, sekonyong-konyong wajah Urashimataro berubah, rambut, janggut dan kumisnya menjadi putih seputih-putihnya, dan ia telah berubah seorang kakek yang tua renta.

Cerita ini saya ambil dari mata kuliah Nihon Bungaku di kampus. Dari buku [小学 国語 読本] shougaku kokugo tokuhon. maaf kalo terjemahannya agak aneh, maklumlah,,, baru belajar =P hehehe...

Maret 19, 2009

Kokusai Kekkon


Pekan lalu diadakan kuliah umum dengan pembicaranya Prof.Dr.Masano Hiroshida dari Nihon University. Beliau adalah dosen bidang Antropologi yang sedang melakukan penelitian tentang kokusai kekkon atau penikahan Internasional.
Beliau mengambil contoh pernikahan antara pria dan wanita Jepang dengan wanita dan pria dari negara lain.
Seiring dengan kemajuan zaman dan globalisasi yang semakin berkembang, presentase kokusai kekkon ini ternyata semakin tinggi dari tahun ketahun.Berdasarkan data, pada tahun 2007 (平成 19年) tercatat ada 2.904 orang jepang yang melakukan pernikahan dengan warga negara asing, 1.691 orang pria dan 1.213 orang wanita. Kebanyakan kokusai kekkon terjadi karena arus Globalisasi yang membuat hubungan bisnis antar negara semakin marak, serta mahasiswa-mahasiswa yang melanjutkan studi ke Jepang dan sebaliknya.
Untuk urutan negara yang angka pernikahan dengan orang jepangnya tinggi yaitu:
  • China
  • Korea
  • Philippine
  • Thailand
  • Indonesia

Di Indonesia sendiri khususnya kota Jakarta, terdapat kurang lebih 100 orang warga Jepang yang menikah dengan orang Indonesia dan tinggal di Jakarta. Sedangkan di Yokohama, daerah tempat tinggal Hiroshida sensei, terdapat kurang lebih 200 orang warga Indonesia yang menikah dengan orang Jepang dan menetap di Yokohama.
Namun, dijelaskan pula oleh sensei mengenai banyaknya perbedaan-perbedaan yang menjembatani kokusai kekkon tersebut. Diantaranya yang sangat dirasakan adalah perbedaan bahasa dan kebiasaan. Diceritakan bahwa Kiki senpai yang menikah dengan orang Jepang dan sekarang menetap di Jepang, masih harus menggunakan kamus pada awal-awal ketika berkomunikasi dengan suaminya. Ada pula Ayama Yulia seorang Indonesia asal Minangkabau yang bertemu dengan suaminya ketika sedang menuntut ilmu di Colorado AS. Lima tahun setelah menikah ia menjadi mahir berbahasa Jepang karena belajar dari lingkungan, terutma dari anak-anaknya sendiri.
Di jepang ada pula perhimpunan untuk warga negara Indonesia yang menikah dengan orang Jepang. Kegiatan dalam himpunan dirasakan sangat membantu, antara lain memberi pemahaman tentang kebudayaan-kebudayaan Jepang, belajar memasak masakan jepang untuk ibu-ibu rumah tangga, cara mendidik anak, sebagai wadah unduk tempat berkonsultasi mengenai beberapa permasalahan, dan lain sebagainya.
Ketika sesi penjelasan materi selesai, dibuka sesi tanya-jawab untuk beberapa pertanyaan. Saya mengangkat tangan untuk bertanya, mungkin karena duduk didepan maka saya dipersilahkan menjadi penanya yang pertama. Pertanyaan saya sebenarnya simpel “sensei, kokusai kekkon no naka de rikon ritsu wa ikura paasento ga arimasuka?” lalu dikomentari oleh sugi sensei... “kamu ini, belum apa-apa udah nanyain cerai.” (hehehe) yaa... begitulah, namanya juga pertanyaan diajukan karena ingin mengetahui jawaban dong! Lalu dijawab oleh Hiroshida sensei “untuk saat ini data yang akurat mengenai perceraian dalam kokusai kekkon belum ada, belum diadakan penelitian. Karena itu presentasenya belum diketahui. Namun pasti ada, apalagi melihat perbedaan-perbedaan yang menjembatani kokusai kekkon itu sendiri. Pertanyaan yang menarik, bisa saya jadikan penelitian yang berikutnya.”
Tuh kan! Hehe... wah.. Sugoi ne, ternyata masalah sederhana seperti itu bisa juga dijadikan sebuah bahan penelitian...
hmmm,,, (jadi pengen..)
MyEm0.com

Maret 18, 2009

ことわざ

Hidup manusia tak pernah lepas dari seni. Seni peran,seni vokal, seni tari, dan seni-seni lainnya, Nah! Berbahasa pun ada seninya. Dalam keseharian orang jepang, jika pembicara menggunakan atau menyelipkan kotowaza dalam pembicaraan (tidak selalu harus), maka pembicara tersebut langsung dinilai sebagai orang yang terpelajar atau yang berpendidikan...(^_^) hehe.... berikut ini ada beberapa kotowaza untuk kita ketahui (dan pelajari tentunya) :

せいしんいっとう何事か成らざらん
(seishin ittou nani goto ka narazaran)
"dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan"

苦は楽のたね
(ku wa raku no tane)
"kesusahan itu awal dari kebahagiaan"

言うは易く行うは固しいうはやすく、おこなうはかたし
(Iu wa yasuku, okonau wa katashi)
"Berkata itu mudah, melaksanakan itu sulit"

失敗は成功の元しっぱいはせいこうのもと
(Shippai wa seikou no moto)
"Kegagalan adalah sukses yang tertunda"
[はじめはまちがいでも、このつぎはよくするためにけいけんしました]
(Hajime wa machigai demo, kno tsugi wa yoku suru tameni keiken shimashita) Pertama-tama mungkin akan melakukan kesalahan, namun untuk kedepannya kesalahan tersebut hendaknya dijadikan pengalaman untuk menjadi lebih baik lagi..

二兎をおうものは、一兎をも得ず
(にとをおうものは、いっとをもえず)
"Jika mengharap keuntungan berlipat, justru tidak akan mendapat satupun"

塵も積もれば山となる
(ちりもつもれば、やまとなる)Chiri mo tsumoreba, yama to naru
"Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit"

苦は楽の種
(くはらくのたね)Ku wa raku no tane
"Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian".(hehe..)
[kesusahpayahan akan menghasilkan kesenangan]

君子は危うきに近寄らず
(くんしわあやうきにちかよらず)Kunshi wa ayauki ni chikayorazu
"Seorang bijak menghindari resiko sebelum terjadi"

能ある鷹は爪を隠す
(のうあるたかはつめをかくす)NOU ARU TAKA WA TSUME O KAKUSU
"Orang yang semakin pandai, makin tidak memamerkan kepandaiannya"

人のふり見てわがふり直せ
(ひとのふりみてわがふりなおせ)Hito no furi mite wa ga furi naose
(Belajar dari kesalahan orang lain)

Maret 07, 2009

KOTOWAZA dan Manusia

Adakah hubungan peribahasa suatu bangsa terhadap karakter, budaya dan nilai moral mereka? Jawabannya tentu saja ada! Hal ini setidaknya dapat dilihat dari beberapa kotowaza (peribahasa) yang dimiliki oleh bangsa Jepang yang benar-benar di terapkan dalam keseharian mereka. Beberapa di antaranya mirip dan ada pula yang sama seperti peribahasa Indonesia. Diantaranya:
Saru mo ki kara ochiru (monyet pun bisa jatuh dari pohon).
Kotozawa tersebut di Indonesia dikenal dengan "sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga". Hal yang menarik disini mengapa orang jepang menggunakan kata 'monyet'? (itulah,,, saya juga belum tahu dan sedang saya cari tahu) hehe
MyEm0.com

Dalam Bahasa Jepang kotozawa diatas bermakna, ningen mo machigai wa aru (manusia pun suatu saat bisa melakukan kesalahan) yaa.... karena manusia kan bukan makhluk yang diciptakan dengan kesempurnaan utuh. Aristoteles berkata dalam filosofinya bahwa manusia adalah zoon politicon yang berarti binatang yang berpolitik (hihihi.. kalian manusia bukan?? apa senang jika disamakan dengan binatang??). Maksud mbah Aristoteles disini manusia adalah binatang (bahasanya lebih sadis dari hewan) yaitu karena manusia mempunyai sifat meniru sesuatu. Konon pada awal peradabannya -sampai sekarangpun- manusia selalu meniru perilaku binatang yang dianggap lebih memiliki insting dan indra yang tajam. Namun, karena manusia diciptakan sepaket dengan akal, maka perilaku tersebut dapat dikembangkan.
Tapi saya heran, mengapa semakin kemari manusia semakin meniru sifat binatang??? Manusia mulai menanggalkan rasa malu, mulai sadis menyikut kanan dan kirinya jika dianggap mengganggu ataupun menyaingi dirinya dalam usaha ataupun dalam kehidupan. Lebih parahnya, sebuas-buasnya binatang dia masih mengenali bahkan menyayangi anaknya(kecuali anaconda dan buaya betina yang memakan telur gagal tetas miliknya. Itu pun telur mati yang dimakan!). Bila kita lihat berita di media massa tentang maraknya kasus aborsi, penjualan anak, pencabulan anak kandung maupun anak tiri, dan masih banyak lagi. Apakah mereka masih dapat disebut manusia? Sedangkan manusia disebut manusia karena memiliki hati, akal, dan moral. Lalu jika yang seperti itu akan disebut apa? Mereka memang tetap akan disebut manusia, namun manusia yang tak bermoral, manusia yang kehilangan akal sehat, manusia tak berhati, dan manusia yang telah kalah(bahasa kamusnya pecundang) oleh nafsunya sendiri.
MyEm0.com