Pekan lalu diadakan kuliah umum dengan pembicaranya Prof.Dr.Masano Hiroshida dari Nihon University. Beliau adalah dosen bidang Antropologi yang sedang melakukan penelitian tentang kokusai kekkon atau penikahan Internasional.
Beliau mengambil contoh pernikahan antara pria dan wanita Jepang dengan wanita dan pria dari negara lain.
Seiring dengan kemajuan zaman dan globalisasi yang semakin berkembang, presentase kokusai kekkon ini ternyata semakin tinggi dari tahun ketahun.Berdasarkan data, pada tahun 2007 (平成 19年) tercatat ada 2.904 orang jepang yang melakukan pernikahan dengan warga negara asing, 1.691 orang pria dan 1.213 orang wanita. Kebanyakan kokusai kekkon terjadi karena arus Globalisasi yang membuat hubungan bisnis antar negara semakin marak, serta mahasiswa-mahasiswa yang melanjutkan studi ke Jepang dan sebaliknya.
Untuk urutan negara yang angka pernikahan dengan orang jepangnya tinggi yaitu:
Di Indonesia sendiri khususnya kota Jakarta, terdapat kurang lebih 100 orang warga Jepang yang menikah dengan orang Indonesia dan tinggal di Jakarta. Sedangkan di Yokohama, daerah tempat tinggal Hiroshida sensei, terdapat kurang lebih 200 orang warga Indonesia yang menikah dengan orang Jepang dan menetap di Yokohama.
Namun, dijelaskan pula oleh sensei mengenai banyaknya perbedaan-perbedaan yang menjembatani kokusai kekkon tersebut. Diantaranya yang sangat dirasakan adalah perbedaan bahasa dan kebiasaan. Diceritakan bahwa Kiki senpai yang menikah dengan orang Jepang dan sekarang menetap di Jepang, masih harus menggunakan kamus pada awal-awal ketika berkomunikasi dengan suaminya. Ada pula Ayama Yulia seorang Indonesia asal Minangkabau yang bertemu dengan suaminya ketika sedang menuntut ilmu di Colorado AS. Lima tahun setelah menikah ia menjadi mahir berbahasa Jepang karena belajar dari lingkungan, terutma dari anak-anaknya sendiri.
Di jepang ada pula perhimpunan untuk warga negara Indonesia yang menikah dengan orang Jepang. Kegiatan dalam himpunan dirasakan sangat membantu, antara lain memberi pemahaman tentang kebudayaan-kebudayaan Jepang, belajar memasak masakan jepang untuk ibu-ibu rumah tangga, cara mendidik anak, sebagai wadah unduk tempat berkonsultasi mengenai beberapa permasalahan, dan lain sebagainya.
Ketika sesi penjelasan materi selesai, dibuka sesi tanya-jawab untuk beberapa pertanyaan. Saya mengangkat tangan untuk bertanya, mungkin karena duduk didepan maka saya dipersilahkan menjadi penanya yang pertama. Pertanyaan saya sebenarnya simpel “sensei, kokusai kekkon no naka de rikon ritsu wa ikura paasento ga arimasuka?” lalu dikomentari oleh sugi sensei... “kamu ini, belum apa-apa udah nanyain cerai.” (hehehe) yaa... begitulah, namanya juga pertanyaan diajukan karena ingin mengetahui jawaban dong! Lalu dijawab oleh Hiroshida sensei “untuk saat ini data yang akurat mengenai perceraian dalam kokusai kekkon belum ada, belum diadakan penelitian. Karena itu presentasenya belum diketahui. Namun pasti ada, apalagi melihat perbedaan-perbedaan yang menjembatani kokusai kekkon itu sendiri. Pertanyaan yang menarik, bisa saya jadikan penelitian yang berikutnya.”
Tuh kan! Hehe... wah.. Sugoi ne, ternyata masalah sederhana seperti itu bisa juga dijadikan sebuah bahan penelitian...
hmmm,,, (jadi pengen..)
Beliau mengambil contoh pernikahan antara pria dan wanita Jepang dengan wanita dan pria dari negara lain.
Seiring dengan kemajuan zaman dan globalisasi yang semakin berkembang, presentase kokusai kekkon ini ternyata semakin tinggi dari tahun ketahun.Berdasarkan data, pada tahun 2007 (平成 19年) tercatat ada 2.904 orang jepang yang melakukan pernikahan dengan warga negara asing, 1.691 orang pria dan 1.213 orang wanita. Kebanyakan kokusai kekkon terjadi karena arus Globalisasi yang membuat hubungan bisnis antar negara semakin marak, serta mahasiswa-mahasiswa yang melanjutkan studi ke Jepang dan sebaliknya.
Untuk urutan negara yang angka pernikahan dengan orang jepangnya tinggi yaitu:
- China
- Korea
- Philippine
- Thailand
- Indonesia
Di Indonesia sendiri khususnya kota Jakarta, terdapat kurang lebih 100 orang warga Jepang yang menikah dengan orang Indonesia dan tinggal di Jakarta. Sedangkan di Yokohama, daerah tempat tinggal Hiroshida sensei, terdapat kurang lebih 200 orang warga Indonesia yang menikah dengan orang Jepang dan menetap di Yokohama.
Namun, dijelaskan pula oleh sensei mengenai banyaknya perbedaan-perbedaan yang menjembatani kokusai kekkon tersebut. Diantaranya yang sangat dirasakan adalah perbedaan bahasa dan kebiasaan. Diceritakan bahwa Kiki senpai yang menikah dengan orang Jepang dan sekarang menetap di Jepang, masih harus menggunakan kamus pada awal-awal ketika berkomunikasi dengan suaminya. Ada pula Ayama Yulia seorang Indonesia asal Minangkabau yang bertemu dengan suaminya ketika sedang menuntut ilmu di Colorado AS. Lima tahun setelah menikah ia menjadi mahir berbahasa Jepang karena belajar dari lingkungan, terutma dari anak-anaknya sendiri.
Di jepang ada pula perhimpunan untuk warga negara Indonesia yang menikah dengan orang Jepang. Kegiatan dalam himpunan dirasakan sangat membantu, antara lain memberi pemahaman tentang kebudayaan-kebudayaan Jepang, belajar memasak masakan jepang untuk ibu-ibu rumah tangga, cara mendidik anak, sebagai wadah unduk tempat berkonsultasi mengenai beberapa permasalahan, dan lain sebagainya.
Ketika sesi penjelasan materi selesai, dibuka sesi tanya-jawab untuk beberapa pertanyaan. Saya mengangkat tangan untuk bertanya, mungkin karena duduk didepan maka saya dipersilahkan menjadi penanya yang pertama. Pertanyaan saya sebenarnya simpel “sensei, kokusai kekkon no naka de rikon ritsu wa ikura paasento ga arimasuka?” lalu dikomentari oleh sugi sensei... “kamu ini, belum apa-apa udah nanyain cerai.” (hehehe) yaa... begitulah, namanya juga pertanyaan diajukan karena ingin mengetahui jawaban dong! Lalu dijawab oleh Hiroshida sensei “untuk saat ini data yang akurat mengenai perceraian dalam kokusai kekkon belum ada, belum diadakan penelitian. Karena itu presentasenya belum diketahui. Namun pasti ada, apalagi melihat perbedaan-perbedaan yang menjembatani kokusai kekkon itu sendiri. Pertanyaan yang menarik, bisa saya jadikan penelitian yang berikutnya.”
Tuh kan! Hehe... wah.. Sugoi ne, ternyata masalah sederhana seperti itu bisa juga dijadikan sebuah bahan penelitian...
hmmm,,, (jadi pengen..)
Really great work!!! I love it!!! Congratulations!!! Have a nice weekend!!!!
BalasHapusmotto2yanchana tazuneru zo...hehe
BalasHapusKalau misalkan saya meneliti masalah ini, salah satu hipotesa saya adalah "Tingginya Pelajar Indonesia di Jepang Meningkatkan Jumlah Kokusai Kekon (JEPANG-INDONESIA)" hehe... nyambung ga ya???...
BalasHapusby: cousbravo@yahoo.com
Af1 ne mo ikut komen,,,
BalasHapusLanjutkan!